Senin, 28 Maret 2016

Tuan yang belajar menangkap bintang

Bapak tidak bisa bertahan, ia mengeluhkan gatal di sekujur tubuh. Akhirnya, "sarang kutu buku" itu, dipungutinya satu persatu dari deretan, 4 tahun ini, bertenger rapih. Sekarang mereka dalam dus dan telah melalui jalan 310 km. Biasanya mereka bisik-bisik membicarakan ide, cerita, kebijaksanaan, kisah mereka masing padaku, dari raknya, padaku yang adik slonjoran di kasur, menguping mereka. Sudah lama bisikan itu tidak terdengar, hingga bisik-bisik itu mulai mengusik lagi dari dalam kardus. Mereka saling berdebat, saling bantah, gagasan yang berbeda. Juga saling bercerita kisah diri mereka, bagaimana mereka bisa hadir dan kesan hidup mereka. Beberapa di antara mereka familiar kisahnya, dua di antaranya punya kesan mendalam. Keduanya bercerita tentang perjuangan cinta yang revolusioner. Seorang 'gila' berujar, "cinta itu nuklir yang energinya bisa menghancurkan, juga mampu memerdekakan negeri terjajah", tidak masuk akal kan!?
Tapi itulah kesanku, lahir dari energi cinta yang meluap darinya yang sedang kasmaran, jatuh cinta, yang hampir meledakkan dadanya. Tapi tunggu, ledakan itu tidak terjadi, konsep 'jatuh' itu, yang sakit itu digantinya dengan kata bijak sesepuh penghuni lain rak itu,  yaitu 'learn'. Waktu itu tuan mendengar bisik tentang aku yang selalu dicari si kakak berambut panjang itu, aku adalah kisah anak 'penangkap bintang', karangan Barry & Peacer yang masyur. Aku dicari ke sana ke mari, dan beruntung ditemukan di antara diskon yang tak terjamah, padahal kala itu, katakanlah sulit menemukanku. Setelahnya aku rajin mendongeng untuknya, di berbagai tempat, di musollah ekonomi, di kantin, di kelas, di koridor, di mana-mana sampai kisahku habis. Tuan bahkan tidak banyak fokus padaku, tidak terlalu tertarik dengan kisahku yang imajinatif. Tuanku hanya fokus pada pikiran gadis itu, sumber energi itu, apa yang dicarinya adalah jejak gadis itu dalam diriku. Akhirnya aku berpindah pada gadis itu, sebentar saja, dan suatu ketika ternyata aku kembali pada tuan. Akhir kisahnya bahagia, hasrat kuatnya, tidak tuan sampaikan pada gadis itu. Hasratnya beruba menjadi harapan besar agar gadis itu bahagia. Dan memang 4 tahun kemudian gadis itu menikahi kawan kecilnya. Menurut informasi yang dikirimkan semesta padaku, perempuan baik itu sekarang sudah punya momongan, anak manis tentunya seperti ibunya. Si Tuan menerima pesanku dengan baik, dia ikut bahagia, harapannya terwujud. Setelah melahapku habis waktu silam, tuan sepertinya belajar, tentang perasaan tahu diri dan batas-batas syarat yang tidak bisa dipenuhinya waktu itu. Aku mungkin kisah imajinasi anak2, tapi aku bahagia telah melindungi tuan dari sakitnya 'terjatuh', menjadi bahagia dengan 'pembelajaran'. Aku sengaja berbesik keras agar dia penasaran dan melankolinya mendesaknya padaku, hanya untuk mengatakan padanya, "tuan berhasil, dia bahagia dengan anak manis di gendongannya, dan terima kasih telah membuatku bermakna." Dan bertanya, "apakah tuan bahagia saat ini?"

_Tuan yang belajar menangkap bintang_