Minggu, 07 Juni 2015

Ekoliterasi bagi siapa?

"Pemikiran holistik seperti interdisplinernya pengetahuan, pendidikan multikultural, pandangan dunia yang lebih paripurna,  hingga sampai pada quote seperti "kita adalah semesta" ala 'Ekologi dalam', atau Eksistensialisme Heiddeger, atau lebih dalam lagi oleh para kaum Arifin adalah bentuk usaha pemikiran manusia untuk beranjak dari antroposentrisme banal dan pengkotak-kotakan kemanusiaan (dikotomisasi merupakan akar fasisme, rasisme, takfirisme) menuju makna dalam menjadi manusia.. Tantangannya adalah bisakah manusia keluar dari rasionalitas yang cenderung administratif dan condong pada rasionalitas humanis dan arif sehingga kemanusiaan menjadi terwujud.. Artinya membangun bangun kemanusiaan (termasuk gerakan ekologi dalam) dalam  kerangkeng 'saya'/'aku' tidaklah layak untuk dikatakan telah mencapai pandang yang lebih holistik dan memanusiakan, bahkan bisa dikatakan masih terjebak pada egoisme (yang cenderung dehumanis).. Bukankah "Dan Tuhan menciptakan manusia dengan warna kulit berbeda, bahasa berbeda, suku berbeda, bangsa berbeda, untuk saling mengenal.." Lalu apa gunanya saling mengenal? Apakah untuk saling membenci? Merendahkan yang lain? Atau mengunggulkan diri.. Pengetahuan manusia yang mendalam serta fitra manusia memberikan jawaban bahwa manusia berasal dari akar rumpun yang sama.. Manusia adalah keluarga besar makhluk ciptaan-Nya, bukan hanya sesama manusia bahkan seluruh semesta, tidak ada yang hidup di luar akar rumpun yang sama ini.. Maka manusia yang mengenal dirinya akan mengenal hakikat kesatuan tersebut.. Pada saat itu layaklah manusia berkata "karena kita adalah semesta..".."

Kita adalah semesta adalah pengetahuan yang sakral, sayang saja jika kita memprofankannya.. Kesakralan itu bukan berarti menjadi ekslusif dan dikotomis, indahnya jika kesakralan itu menjadikan manusia menjadi lebih manusia, berdampak pada perilaku yang makin etis dan semoga tercega dari egois, fasisme.. Karena kita adalah semesta maka kita melihat semua menjadi "sama" walaupun pada realitas "berbeda".. "Sama Itulah etika konsekuensi pengetahuan holistik.."..

Catatan:
1. revisi perjalanan menjadi semesta..
2. Tidak mesti menjadi yahudi atau nazi untuk menjadi fasis. Fasisme bahkan hadir dalam tubuh siapa saja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar