Kamis, 05 November 2015

Selamat Mencintai, Malam Ini..

Malam ini izinkan aku sekali lahi berbicara tentang cinta..
Sesuatu yang tak pernah cukup aku kenali..
Sesuatu yang melintasi berbagai masa..
Sesuatu yang hidup di balik tirai-tirai tipis kasat mata yang membutakan..

Malam ini izinkan aku sekali lagi bercerita tentang cinta..
Cinta yang bukan berwarna, merah muda, merah darah, biru, hijau, kuning, jingga..
Cinta yang tak kasat mata namun terang benderang cahanya dihati..
Cinta yang melihanya bukan dengan mata tapi dengan hati..
Cinta yang menyentuhnya bukan dengan tangan tapi dengan kasih..
Cinta yang bahan dasarnya bukan darah tapi cahaya..

Malam ini izikan aku mengagumi para kekasih pejuang cinta..
Mereka yang mencintai tak berharap balasan, karena cinta tak mungkin tak berbalas..
Mereka yang mencintai seutuhnya bukan tubuh, mata, kaki, atau kepala..
Mereka yang mencintai sempurna, karena cinta sempurna tak berbagi, tak berbatas..

Malam ini dan siang dan malam dan setiap hari izinkan aku berduka dalam cinta..
Dalam cinta yang deritanya adalah cinta dan obatnya adalah cinta..
Dalam derita yang penawarnya adalah derita dalam cinta..
Dalam kesepian, dan rindu, dan pertemuan, dan jarak, dan perpisahan..
Dalam setiap masa, di setiap tempat, di tanah yang merah, sungai dan langit yang juga merah..

Malam ini izinkan aku berterima kasih pada cinta..
Akan kebaikan hatinya membuka tabirnya, hingga nampak pada hatiku wajah klembut kasihnya,,
Akan kisah dukanya, dan derita, dan cintanya yang menurukan hujan di langit, di hati, dan jiwa..
Maka izinkan aku berkisah tentang ketidakmampuan, membicarakan, menceritakan, mengagumi, berduka, berterima kasih, berbahasa tentang cinta..
Maka izinkan aku menutup dengan segera semua kata-kata ini. Dan Izinkan aku masuk kedalam Hatimu, Kasihmu, Cintamu, Berduka bersama..
Maka izinkan aku berdoa semoga Cinta membimbingku untuk mengenalNya, menjadi layak bagiNya..

Ps: Malam ini cinta menjukan dirinya dalam berbagi bentuk yang aku rapuh hingga melalaikannya.. Dari satu kisah muncul dalam pengungkapan ketulusan hati.. Satu lagi berupa duka, penghinaan, kebodohan, keculasan, dalam memaksakan cinta atau aku sebut saja birahi orang tua nakal.. aku turut berduka untuk kisah kedua..

Minggu, 28 Juni 2015

Saat Berkunjung ke Kota Itu

"Pernah terbersit bahwa kita ini anak2 Adam.. Yang merantau meninggalkan ayah purbah kita dan menatap di berbagai tempat.. Kita berhijra dari rumah 'Ayah ibu' kita berpencar mengisi kerak bumi.. Kemudian kita beranak pinak, menjadi keluarga, menjadi suku, bangsa, negara.. Kita menetap, dan jauh dari 'ayah-ibu' kita secara geografis, dan juga masa.. Mereka telah lama tiada.. Tidak ada lagi tempat anak2 safir ini berkumpul, dalam lingdung kasih mereka.. Anak safir perlahan saling melupakan.. Identitas keluarga besar anak Adam mulai runtuh, diganti dengan kesukuan, ras, bahasa, wilaya.. Kita menjadi lupa garis2 besar pohon kekeluagaan anak2 manusia.. Hingga suatu ketika, Tuhan rindu agar manusia mengenal kembali keluarganya.. Maka diutuslah, Nabi-Nabi, mereka berperilaku lembut, sifatnya ramah pada semua, misinya persatuan, anti pada perpecahan, citanya kedamaian, cenderung pada Kaum yang lemah dan tertindas, dan lantang pada kezaliman penguasa.. Para Nabi mengajarkan saling mengasihi, atau mungkin mengingatkan kembali kasih yang tertidur, untuk mengasihi pada sesama.. Mereka yang terbangun, lalu sadar akan darah yang mengalir _tidak dalam pembulu darah_ namun mempertemukan mereka sebagai keluarga.. Mungkin demikianlah hakikat selaturahmi, menyambungkan kembali tali-temali kekeluagaan yang terlupakan.. Saling bertemu dengan sodara, melepas kerinduaan purba dalam kenyataannya _dalam segala perbedaan yang ada, dan dijadikan bahan bakar permusuhan, pertengkaran, perselisihan, yang tak patut_ kita adalah anak2 Adam, makhluk Tuhan sekalian alam (Hanya Tuhan yang boleh senidiri)..
Mungkin kita tak saling mengasihi, karena kita tidak saling ber-selaturahmi.." _anonymous_

Surat untuk Sahabat

"Itu pasti pukulan berat bagimu, tp mungkin kamu masih tersenyum seperti saat kita pertama kali berjumpa,  saat orang berlalu lalang dan kamu mendahului menyapaku yang asing. Saya percaya kamu sekarang baik-baik saja juga kudoakan demikian. Pagi ini kudapati berita laws tentang dukamu di akhir tahun lalu. Aku turut berduka, mendoakanmu semoga tabah. Kita sudah bertahun-tahun tak berjumpa, bertegur sapa juga, namun kesan di pagi itu membuatmu selalu menjadi sahabat kapanpun dan di manapun kamu berada. Sayangnya dan beruntung bagimu, kamu tidak berada dalam media sosial satupun. Kuharap suatu saat kita bisa berjumpa dan senyum sapa ramah khasmu tetap ada. Moga Tuhan menabahkanmu beserta keluarga, moga Tuhan menerima kebaikannya. Sampai bertemu lagi sahabat lama. Moga segera bertemu."

_Surat untuk sahabat lama_

Pesan Lawas

"Aku titipkan doa dan Salam di pintu kasihmu.. Jika kamu berkenan aku akan sangat berbahagia.. Jika tidak.. Moga menjadi azimat bagimu.. Tertulis padanya.. Semoga kamu selalu dalam kesehatan, kebaikan, keberkahan, keselamatan, dalam kasih-sayang_Nya..."

Senin, 08 Juni 2015

Terima kasih permenya

Judulnya, "Terima kasih atas permenya.."
Menyayangi adalah hal biasa. Luar biasa malahan jika, mengapa tidak saling menyangi dan bahkan membenci! Tugas kita adalah saling berbagi permen. Apalah arti sebuah permen, pada akhirnya akan sirna juga.. Menjadi bermakna karena ada cinta padanya.. Rasa manisnya adalah cinta, kasih, sayang.. Seperti kata Arifin, "Berikan permen bagi mereka yang tidak merasakan cinta.".. Siapakah mereka? Yaitu aku, kamu, dia, mereka, dalam "kita".. Maka pemberian itu adalah permen manis.. Katanya, "terima kasih atas permenya..".. Segalanya manis terasa..

Minggu, 07 Juni 2015

Ekoliterasi bagi siapa?

"Pemikiran holistik seperti interdisplinernya pengetahuan, pendidikan multikultural, pandangan dunia yang lebih paripurna,  hingga sampai pada quote seperti "kita adalah semesta" ala 'Ekologi dalam', atau Eksistensialisme Heiddeger, atau lebih dalam lagi oleh para kaum Arifin adalah bentuk usaha pemikiran manusia untuk beranjak dari antroposentrisme banal dan pengkotak-kotakan kemanusiaan (dikotomisasi merupakan akar fasisme, rasisme, takfirisme) menuju makna dalam menjadi manusia.. Tantangannya adalah bisakah manusia keluar dari rasionalitas yang cenderung administratif dan condong pada rasionalitas humanis dan arif sehingga kemanusiaan menjadi terwujud.. Artinya membangun bangun kemanusiaan (termasuk gerakan ekologi dalam) dalam  kerangkeng 'saya'/'aku' tidaklah layak untuk dikatakan telah mencapai pandang yang lebih holistik dan memanusiakan, bahkan bisa dikatakan masih terjebak pada egoisme (yang cenderung dehumanis).. Bukankah "Dan Tuhan menciptakan manusia dengan warna kulit berbeda, bahasa berbeda, suku berbeda, bangsa berbeda, untuk saling mengenal.." Lalu apa gunanya saling mengenal? Apakah untuk saling membenci? Merendahkan yang lain? Atau mengunggulkan diri.. Pengetahuan manusia yang mendalam serta fitra manusia memberikan jawaban bahwa manusia berasal dari akar rumpun yang sama.. Manusia adalah keluarga besar makhluk ciptaan-Nya, bukan hanya sesama manusia bahkan seluruh semesta, tidak ada yang hidup di luar akar rumpun yang sama ini.. Maka manusia yang mengenal dirinya akan mengenal hakikat kesatuan tersebut.. Pada saat itu layaklah manusia berkata "karena kita adalah semesta..".."

Kita adalah semesta adalah pengetahuan yang sakral, sayang saja jika kita memprofankannya.. Kesakralan itu bukan berarti menjadi ekslusif dan dikotomis, indahnya jika kesakralan itu menjadikan manusia menjadi lebih manusia, berdampak pada perilaku yang makin etis dan semoga tercega dari egois, fasisme.. Karena kita adalah semesta maka kita melihat semua menjadi "sama" walaupun pada realitas "berbeda".. "Sama Itulah etika konsekuensi pengetahuan holistik.."..

Catatan:
1. revisi perjalanan menjadi semesta..
2. Tidak mesti menjadi yahudi atau nazi untuk menjadi fasis. Fasisme bahkan hadir dalam tubuh siapa saja..

Sabtu, 31 Januari 2015

Cermin mimpi

"Ia berlari dengan cepat dan seketika jalan seakan-akan menerjal, menanjak, menghampirinya. Langkah perlahan mulai melambat dan semakin lambat nan berat, ia bahkan tak kelelahan, namun sungguh berat kakinya melangkah. Setiap kayuhan yang ia usahakan, tak sesentipun mengerakkannya dari tempat berpijak. Lalu seutas tali memanjang dari puncak tertinggi, ia meraihnya, digenggamnya sekuat tenaga. Ditariknya tubuh serta kakinya yang semakin berat, seakan telah mengakar dibumi. Ia melangkah kepayangan pelan sekali dengan tali itu, kearah puncak, selangkah demi selangkah memindahkannya, hingga ia terbangun."
_Bermain-main dengan mimpi_

Temui aku pada batu nisan kehidupan

Hai kekasih! Apakah saat ini kamu sedang tersenyum atau tertawa atau menangis membaca novel kesukaanmu, hidupmu.

Masihkah kami setia dengan karet di tangan! Sedia mengoreksi tiap kata atau kalimat atau paragraf pada lembaranya yang tidak kamu suka.

Mungkin kasih sudah lelah! Atau telah sadar? Bahwa setiap tulisan dalam novel itu tidak tertulis dengan pelsin Atau pena. Namun tertulis di atas lembar-lembar batu nisan, timbul-tengelam semaunya.

Hei kekasih! Hentikan tindakan sia-sia itu. Bukankah cerita pengingat di atas batu nisan tidak pernah bernilai sama tiap harinya.

Kadang hanya berupa duka saja.
Kadang tertimbun tak berarti apa-apa.
Kadang makna dan hikma menyeruak bermekaran.
Hikma tak selalu berarti bahagia, kadang berupa tangisan mendalam dan ratapan.
Kamu yang paling tahu itu!
Hidup untuk dijalani juga disyukuri!!

_Temui aku pada batu nisan kehidupan_
_10 Desember 2014_