Senin, 24 Februari 2014

SEAKAN SURAT CINTA..

Bagian Prolog..

Terakhir kali aku menceritakan kisah yang cukup sedih padamu.. hari itu kita sama-sama meneteskan air mata.. saat itu kita berjanji untuk saling percaya, air mata menjadi penganti darah atau pena yang mengikat janji itu, tanpa ada kata yang memaki, tanpa ada urat di leher dan di wajah, tanpa kata lagi.. Kita telah bersepakat akan saling percaya, begitulah janji-janji itu kita goreskan dengan hujan yang semakin deras dari mata kita masing-masing..

Kasih, aku sungguh tidak sedang dalam keadaan kecewa atau terpuruk.. aku masih selalu mencoba untuk bersyukur dalam setiap jengkal hidup ini.. aku tidak ingin mendustakan kebahagian yang perna kita lukiskan, itu sungguh sangatlah banyak.. namun izinkan aku sedikt bercuap-cuap di telinga mungilmu, menceritakan bagaimana perasaan yang awalnya aku terbawa dalam arus pusaran kekcewaan. lalu bermetamorfosis menjadi kebahagiaan..

Kasih, aku sedang berbicara padamu tentang bagaimana janji itu menurut pandanganku, yang terbatas ini, yang dikotori prasangka, yang dihambat kebodohan, akhirnya menilaimu dengan sangat buru-buru dan mungkin ceroboh.. Sepertinya kita telah melupakan janji-janji itu!! (Next)

Minggu, 23 Februari 2014

Bangunan Utopis.


Jangan berkhayal sebuah kedamaiaan pada beton-beton dan pabrik-pabrik..

Jika yang penting adalah produksi untuk konsumsi yang tak berkesudahan..

Yang terlahir hanyalah sampah..


Yang ada hanya ketidakadilan, penindasan, dan pemaksaan nasib.. 


Foto 
by Ilham Ali

Bukan milik siapa-siapa..


"Alam selalu mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan manusia..
namun entah sejak kapan otoritas kemudian menguasai sumberdaya..
dahulu aku bisa minikmati cakrawala ini bersama..
hingga kini menjadi milik sodagar kaya raya..
Pun jika itu kamu anggap adil..

Tidak adakah terbersik di hatimu ada hak kami dalam tanah itu.."


Jumat, 14 Februari 2014

Aku selalu suka dengan puisi ini..

Oleh: Soe Hok Gie
SEBUAH TANYA
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”

Catatan Seorang Demonstran
Selasa, 1 April 1969

SURAT PENGANTAR..

Aku mungkin tidak muda lagi, dua puluh tiga tahun usiaku hari ini. Ah, namun bukan itu yang aku ingin rapalkan kepadamu. Maksudku, di usia setua ini aku masih terlalu sering merasa malu ketika ingin berujar sesuatu pada siapapun, terutama padamu. Akhirnya ini membingungkan juga, padahal aku sudah dan sedang menjabat sebagai pimpinan sebuah organisasi yang beremblem 'komunikasi'.Umm, tp ini bukan apologi dan usaha saya bersepakat dengan Freud. Bahwa saya ini anak dari trauma masa lalu. Mungkin saya yang terlalu banyak mempertimbangkan banyak hal.

Kawan! Sahabat! Kasih! Cinta! Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. Jangan pikir aku orang yang bebas dari unek-unek, kesal, atau marah, sehingga saya lebih banyak santainya daripada seriusnya. Sehingga aku tak perna memarahimu, hanya saja sungguh aku tak tahan jika harus menujukan semua itu kepadamu. Aku sedikt paham ajaran-ajaran kejiwaan, sehingga seperti kataku tadi, itu membuatku mempertimbangkan banyak hal untuk sekedar bertutur padamu.


Maka mungkin telah kutemukan cara untuk menyambaikan pesan ini padamu. Aku sedang menuliskan sangat banyak surat cinta untukmu. Semoga saja dengan itu aku bisa menyampaikan apa yang seharusnya aku rapalkan padamu sedari dulu. Harapku, kamu tak usah khawatir, ini tak akan menyedihkan, karna ini sebuah surat cintaku padamu....

Senin, 10 Februari 2014

TENTUKAN AKHIRNYA




Maka tanah purba, beton, dan waktu telah bercerita..
Ku pikir ini sudah terlalu jelas...
Akhir dari kepongahan, kedikdayaan, kesombongan, kediktatoran para penakluk waktu dan pemuja benda..
Hanya akan menjadi rongsokan belaka..
Dilindas oleh lawan mereka, mangasa mereka, waktu..
Lalu bagaimana dengan nasib manusia?
Kamu lebih tahu jawabnya!

PARA PENAKLUK WAKTU




Mereka para penakluk waktu telah ditipu..
Kiranya telah berhasil mengontrol waktu..
Padahal tak sadar mereka dihisap, diseret dan didikte olehnya..
Berkata seorang, “time is money”..
Seakan waktu adalah modal yang diperjual-belikan..
Terkesan ini hanya tentang untung-rugi dan hanya tentang itu..
Berbeda dengan para pencandra waktu..
Dibukanya diri terhadap waktu..
Maka waktu menyingkapkan rahasianya.. 
 Penuh makna dan kejutan-kejutan..