Minggu, 08 Desember 2013

TERLALU PETANG...

Pagi ini kulihat sepasang anak manusia di masa senja hidupnya, duduk di trotoar jalan menunggu dengan setia rezeki  dari jagung, kacang, gogos, mangga dan telur asin..

Pagi ini  menjelang fajar terbit, aku dapati anak manusia usia lima tahun dengan mata yang terkantuk-kantuk menunggu dengan sabar seribuh rupiah dari koran terakhir di pelukannya..

Pagi ini didatangi ku dua anak manusia yang saling teriakat darah, dengan tabah menundah kepulangannya ke istana kardusnya karena tiga puluh lima ribu rupiah setoran hariannya belum terpenuhi..

Pagi ini dan seperti pagi di hari-hari lainnya, kudapati pemulung memulai pekerjaanya lebih dini dari sesiapapun di kota ini, memunguti kesombongan zaman yang lupa dengan dirinya.

Pagi ini dan banyak pagi-pagi yang lainnya, dihadapanku tertayang tragedi kemanusiaan. Sepasang anak,  kakak beradik dalam dinginnya malam, tidur pulas beralas paving bloc yang disapunyaberselimutkan kardus bekas.

Oh.. betapa dini, betapa tabah, betapa pagi!


Saat ini kudapati diriku di dalam rumah yang aman, bebas dari debuh jalanan, dengan uang bulanan  di saku, dan aku masih mengeluh karena belum punya ini dan itu.

Saat ini kudapati diriku dengan perut buncit dan dompet yang terisi, begitu tersiksa memberikan seribuh perak pada peminta-minta, karena ku tau dengan pasti makanannya lebih enak.

Saat ini kudapati diriku di atas kasur nyaman tempat ku bersitirahat, dan masih saja mengerutu karena suhu panas kota yang membuat peluh mengucur.

Saat ini kudapati diriku merokok dengan bangga karena tidak tertipu oleh industri kesehatan, lalu menipu diri atau lupa  dengan puntung rokok dan abu berserakan di lantai.

Saat ini kudapati diriku mebuang, mengotori , ruang tempatku bersantai-ria. Demi tugas cleaning service agar membersihkannya esok pagi.

Saat ini kudapati  diriku tidur bersama sampah yang berserakan, tanpa ada inisiatif untuk sekedar membersihkan alas tidurku, karena nantinya akan kotor kembali.


Oh.. betapa terlambat, betapa marah, betapa petang!


Oh... malang benar aku! Kumohon! Kumohon! maki saja aku...

Maki hingga hancur hati ku.. Maki hingga hancur keponggahan serta kesombonganku...

Maki aku sehina-hinanya.. Jika aku tetap menjadi  penipu dengan dompet berisi, yang hidup aman, nyaman,
mengerutu, tidak bertanggung jawab, tidak peduli.. biarkan aku kau maki!

Sesiapapun?  Kumohon jangan biarkan aku menjadi zombi yang berjalan, danging tanpa jiwa, hewan ternak,
atau batu.    Aku ingin menjadi manusia..........


(Rumah kedua, bersama dada yang sesak dan jiwa yang tertinggal..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar