“Pada akhirnya ia harus tersenyum
puas.. Dihampirnya oleh kabar-babar dari penjuru bumi, kabar bahagia dari
mereka yang terkasih.. Tak ada lagi alasan baginya untuk tidak besyukur.. Sungguh
Tuhan telah mengabulkan bait-bait doanya yang bahkan tak sempat terucap..”
Prolog
Di
sudut kamarnya ia duduk menatap masa depan dari masa lalunya yang sekonyong-konyongnya
membuat ia tersenyum. Kenangan yang tetiba saja tumpah-ruah, memberinya jawaban
atas apa yang sedang ia pikirkan. Belakangan ini ia banyak bertemu dengan teman-teman dari masa lalu, yang ia tahu betul bahwa ia merindukan mereka. Masa
perkuliahan telah memisahkan mereka sedari lulus sma, ada pula sedari madrasah, dan bahkan
sejak masa taman kanak-kanak. Banyak dari mereka datang dengan membawah
kisah-kisahnya masing-masing, membuat wajah mereka berseri-seri ketika menceritakannya.
Ada pula yang masih santun seperti pada masa-masa kala mereka remaja, tidak
banyak berubah. Ada yang biasa-biasa saja tanpa cerita. Ada pula yang semakin
angggun dalam bahasa dan perangainya.
***
Dahulu
ia berfikir bahwa bahagia adalah kumpulan kerumitan, tantang, lawan, yang harus
dipecahkan, ditaklukkan, dikalahkan. Lalu ia menjalani hidup dengan ketakutan
itu, walhasil seperti itulah yang terjadi dalam kehidupannya. Kebahagiaan
merupakan sesuatu yang begitu sulit untuk ia temukan dan lalu ia menjadi
kebinguan. Lalu ia melihat kepada orang-orang di sekelilingnya, maka
ditemukannya hal yang sama berlaku pada mereka. Ini membuatnya semakin yakin
bahwa kebahagiaan terlalu abstrak bahkan hampir-hampir saja tidak
mempercayainya.
Suatu
ketika di taman kota seorang teman lalu datang menghampirinya, membawakannya
sepotong coklat, setelah dibagi-bagikannya. Dimakannya coklat itu dengan
perlahan, maka dirasakannya manis yang menyenanugkan saat coklat itu
melebur di mulutnya. Hingga ia menghabiskan coklat yang hanya sepotong itu, rasa
manis itu lalu hilang dari mulutnya. Namun entah mengapa tubuhnya menangkap
rasa yang nyaman dari sekujur tubuhnya, lebih dalam lagi, dirinya, jiwanya. “Apakah ini karena coklat itu?” tanyanya
dalam hati.
Setelah
kegundahannya hilang, sekali lagi diperhatiakannya keadaan sekeliling. Teman sejawatnya
yang lama ia tak jumpai, yang memberinya sepotong coklat, sedang asik
berbincang-bincang dengan orang di sebelahnya. Sepertinya mereka baru saja
berkenalan setelah memberiakannya sepotong coklat juga. Rasa nyaman masih menjelajar ditubuhnya masih saja ia
nikmati. Didapatinya orang-orang tersenyum dari seberang jalan yang sedang
bersama anaknya, saling bercengkarama sambil menikamati kembang gula mereka. Ia
semakin tertarik tertarik dengan senyuman itu, apakah kembang gula yang
membuat mereka tersenyum puas? lalu membuat aku tak bisa menahan untuk tersenyum juga!
Teman
itu lalu berpaling kepadanya dan mengatakan mengapa kamu tersenyum sendiri? Sambil meralat
tanyanya! lalu menimpalinya, “Yah.. memang bahagia itu sederhana” sambil
tersenyum. Ia lalu berfikir kembali dan menemukan jawab yang dicarinya! Bahwa yang
membuat mereka tersenyum bukan karena coklat atau kembang gula, mereka
tersenyum karena mereka bahagia, dan mereka bahagia karena mereka saling
mengasihi. Coklat yang diberikan sahabatnya tetiaba saja membuatnya bahagia,
tanpa perlu ia pikirkan lagi, hal itu adalah bentuk perhatian sederhana dari temannya,
yang spontan saja membahagiakannya.
"Bulan
tersenyum sumringga.. Warna jingganya memancarkan keanggunan.. Itu indah.. Yang
memandang lalu menjadi bahagia.. Namun ada yang beribu kali lebih indah dari
itu, yaitu senyuman bahagia anak manusia.. Seorang yang arif pernah berkata,
'kebaikan adalah memasukkan rasa bahagia pada hati orang lain'. Kalo memang
kebahagiaan adalah indah, adalah yang manusia cari.. lalu mengapa manusia
saling menuduh, mempersalahkan, memfitna,
merampok, membunuh, despotis, korup, menyiksa, mengafirkan orang lain..
sedangkan semua itu sedikitpun tidak akan mendatangkan kebaikan dan mana
mungkin kebahagiaan.. Manusia masih akan terkagum pada rembulan yang meronah
jingga atau merah, namun anehnya asing pada senyuman manis dari hati yang
bahagia.."
Kebahagian
adalah hal yang sangat sederhana, manusia yang merumitkannya. Kebahagian pula
lahir dari hal-hal yang sangat sederhana. Lihatlah senyum seseorang, itu akan
memicumu menjadi tersenyum pula. Berikan perhatian kecil pada siapa saja, maka ia akan
tersipuh bahagia. Bersyukurlah dengan apa yang kamu miliki, maka kamu akan
merasa cukup. Bahagia menjadi rumit karena manusia mencoba merubahnya menjadi
sebuah permainan yang harus dipecahkan, sebuah kasus yang harus diselidiki,
atau musuh yang harus ditaklukkan. Padahal bahagia itu dekat bahkan tidak terpisah
dari diri kita. Kita hanya perlu membersihkan pikiran dan perasaan kita dari
hal-hal yang membuatnya merumit.
Epilog
Pertemuan
dengan teman-temannya kini membuatnya bahagia. Mereka membawa kabar bahagia
masing-masing dari mereka. ada yang telah berhasil dalam karir, ada yang telah
mampu menjadi orang tua yang baik, ada yang telah saling menemukan jiwa masing,
ada yang masih terus-menerus belajar dalam rantauaannya, ada yang berjuang untuk
hidupnya, ada yang tetap bersyukur dalam kesusahan yang kita anggapakan baginya,
ada yang semakin alim dengan ilmunya, ada yang semakin arif dengan hidupnya. Apa
yang kini ia rasakan sambil membuka lembaran-demi-lembaran kenangannya, bahwa
dulu ia selalu berharap bahwa semoga saja, orang-orang yang di kasinya selalu
dalam limpahan karunia berkat Tuhan yang maha baik. Tuhan lalu mengabulkannya,
sekarang apa yang bisa ia lakukan selain bersyukur? Tentu saja ia akan
bersyukur. Yang ia lakukan sekarang adalah membunuh semua dengki, cemburu,
riya, sirik, dan semua yang merumitkan kebahagian bahkan menghabisi kebahagian
itu. Jika sekarang ia ditanya, bagaimana kabarnya? Jawabnya bahwa, “Ia sedang
berbahgia.”
"Selalu
senang mendapatkan kabar baik dari mereka.. Ditunggunya kabar bahagia mereka
dari penjuru bumi.. Maka berbahgia karena tugas kita adalah bersyukur dan
bahagia.. Mereka yang punya kasih di
dadanya, berjuang menjaga agar tidak saling menzalimi.. Pagi ini dapatinya
surat lawas mereka para pejuang kasih.. Begitu mesrah mereka berkata dalam diam, terus belajar saling
mengasihi.. Apa yang bisa dilakukannya selain mendoakan mereka?? Moga pelita
harapan menunjukan jalan pada mereka.. Harapnya janganlah bersedih dan mudah
putus asa.. Jika kalian memang tulus, jangan rusak apa yang kalian satukan..
Rawat hingga tetap hidup dan memekarkan bunga kebahagiaan.. moga damai mereka
yang mendambah kedamaian......"
PS: Tulisan ini belum selesai.. Doakan sehat selalu, agar sempat merampungkannya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar